Nanyang Bridge Media

Direktur Humas Badan Arsip Film China (CFA) Li Tao (kiri) menunjukkan gulungan pita film tahun 1958 yang hendak diperbaiki secara menyeluruh kepada Deputi Pemasaran Luar Negeri Badan Ekonomi Kreatif RI Joshua PM Simandjuntak (dua kiri) dan Kabid Festival Internasional/Diplomasi Luar Negeri Badan Perfilman Indonesia Dimas Jayasrana (kanan) di studio restorasi CFA di Beijing, Senin (17/09/2018). (M. Irfan Ilmie)

Kalau buat 'film sampah' saja yang menghabiskan Rp10 miliar kita bisa, kenapa Rp4 miliar karya terbaik bangsa tidak bisa?

 

Beijing (ANTARA News) - Badan Arsip Film China (CFA) menawarkan kerja sama restorasi film kuno pada Indonesia untuk memberikan edukasi kepada generasi millenial nasional.

"Mereka punya teknologi dan telah banyak merestorasi ratusan film," kata Kepala Bidang Festival Internasional dan Diplomasi Luar Negeri Badan Perfilman Indonesia (BPI) Dimas Jayasrana di Beijing, Selasa.

CFA yang memiliki studio dilengkapi perangkat teknologi mutakhir mampu merestorasi 200 judul film dalam satu tahun.

"Kita sampai saat ini saja baru bisa merestorasi lima judul film kuno," ujarnya di sela-sela mendampingi Deputi Pemasaran Luar Negeri Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Joshua PM Simandjuntak ke Ibu Kota China itu.

Selain perangkat teknologi, CFA juga memiliki gudang penyimpanan film-film kuno. Dari ratusan film yang telah direstorasi, film paling tua buatan tahun 1921.

Sementara dari lima judul film Indonesia yang direstorasi, di antaranya berjudul "Lewat Djam Malam" karya Asrul Sani pada 1954 dan "Tiga Dara" karya Usmar Ismail pada 1957.

Dimas menjelaskan bahwa restorasi berbeda dengan digitalisasi. "Kalau restorasi itu perbaikannya secara menyeluruh," katanya menambahkan.

Menurut dia, biaya restorasi film kuno di Indonesia yang bisa mencapai Rp4 miliar tidaklah mahal, terutama jika dikaitkan dengan edukasi kepada generasi millenial.

"Kalau buat 'film sampah' saja yang menghabiskan Rp10 miliar kita bisa, kenapa Rp4 miliar karya terbaik bangsa tidak bisa?" ujarnya.

Sementara itu, Direktur Humas CFA Li Tao menyatakan bersedia memboyong teknologi restorasi film kuno ke Indonesia.

"Di sini untuk satu judul film saja yang direstorasi biayanya sekitar Rp600 juta dengan membutuhkan waktu sekitar dua pekan," katanya.

Bekraf dan BPI melakukan kunjungan kerja ke China pada 17-23 September 2018 untuk menjajaki kerja sama perfilman dengan pihak China.

Di sela-sela kunjungan kerja yang difasilitasi Red and White China itu juga akan dilakukan pemutaran empat judul film Indonesia di Beijing, yakni "Cek Toko Sebelah", "Kartini", "Sweet 20", dan "Galih dan Ratna".

 

Pewarta: M. Irfan Ilmie

Editor: Subagyo

HAK CIPTA © ANTARA 2018

BERITA

Postingan Terbaru

Klien dan Mitra kami

Terima kasih telah berlangganan!

Anda telah berhasil mendaftar untuk buletin kami.

Bersiaplah untuk menerima konten menarik!

Terima kasih!

Anda akan segera mendengar kabar dari kami.

Pantau terus!

Berlangganan buletin kami dan dapatkan pemberitahuan

untuk tetap update

Terima kasih telah berlangganan!

Anda telah berhasil mendaftar untuk buletin kami.